(Photo punya Mas Remy)
Secara musikal sosok Jockie Soerjoprajogo menyelusup ke berbagai ranah musik di negeri ini. Tak hanya konotatif dengan musik rock yang gegap gempita, tapi sosok Jockie pun berbaur di balik musik pop, etnik-folk, dangdut, hingga pertunjukan ber-setting opera.''Saya memang selalu dalam kegelisahan. Tetap mencari sesuatu dalam musik. Berbaur dengan banyak orang mulai dari insan musik, film, hingga theater,'' ungkap Jockie yang baru-baru ini menggelar konsernya di Hard Rock Cafe, Jakarta.
Lelaki kelahiran 14 September 1954 ini tercatat pernah tergabung dalam berbagai grup rock seperti Bigman Robinson, Double O,Giant Step, Contrapunk, dan Jaguar, meski pada akhirnya Jockie memang lebih dikenal khalayak ketika ikut bergabung dalam kelompok musik rock tertua negeri ini God Bless. Corak permainan keyboardnya dianggap memberika kontribusi dalam karakter musik God Bless.
Dengan menyisipkan aksentuasi berbau klasik, terutama membaurkan bunyi-bunyian piano dan Hammond B-3, orang sudah bisa menebak karakter God Bless, walaupun pada saat itu seperti lazimnya semua grup rock yang berkecambah di Indonesia lebih banyak memainkan repertoar grup-grup mancanegara seperti Deep Purple, Yes, Edgar Winter, Spooky Tooth, Kansas dan banyak lagi.
Tatkala God Bless merilis album perdana bertajuk God Bless (Pramaqua,1976) , gaya permainan keyboard Jon Lord (Deep Purple), Rick Wakeman (Yes), maupun Tony Banks (Genesis) menyelinap dalam pola permaian Jockie Soerjoprajogo. Album God Bless ini patut dicatat sebagai album rock Indonesia yang tampil utuh. Karena sebelumnya, tercatat banyak grup rock Indonesia yang telah masuk dunia rekaman, tapi harus kompromi dengan selera pasar dengan memainkan musik pop, misalnya Freedom of Rhapsodia, The Rollies, Aka, Rasela, dan masih banyak lagi.
Tetapi yang agak disayangkan album God Bless ini banyak menampilkan karya-karya tambal sulam. Dalam melodi lagu maupun aransemennya terdengar banyak kemiripan dengan lagu-lagu milik Genesis, Jethro Tull, Kin Ping Meh, Gentle Giant, Doobie Brothers, atau King Crimsons. Kemungkinan ini terjadi karena selama malang melintang di panggung pertunjukan God Bless lebih banyak memainkan repertoar rock mancanegara.
Sisi positifnya, Jockie meraup pengaruh musik rock mancanegara menjadi jatidiri permainan musiknya. Penggalan penggalan pengaruh itu lalu berbaur menjadi warna khas karakter permainan musik Jockie. ''Karena memainkan rock, sudah pasti kita akan terpengaruh dengan pemusik rock luar. Itu pasti, tak mungkin kita hindari,'' tutur Jockie Soerjoprajogo.
Gandeng Eros Djarot
Di tahun 1977, sosok Jockie Soerjoprajogo berada di jalur musik pop. Saat itu Jockie menjadi arranger album Lomba Cipta Lagu Remaja yang diadakan Radio Prambors Rasisonia. Gebrakan Jockie yang menata aransemen lagu seperti Lilin Lilin Kecil (James F Sundah) dianggap sebagai suntikan darah baru dalam industri musik pop yang saat tengah dilanda booming lagu-lagu pop dengan akord sederhana dan tema lirik yang cenderung cengeng dan mendayu-dayu. Di tahun yang sama Eros Djarot menggamit Jockie untuk menggarap album soundtrack film Badai Pasti Berlalu bersama dengan sederet nama lainnya seperti Chrisye, Berlian Hutauruk, Debby Nasution, Keenan Nasution, dan Fariz RM.
Album ini pun menjadi fenomenal terutama dari sisi tata musik yang menyajikan akor yang lebih luas serta penulisan lirik yang lebih puitis. Menariknya lagi di album ini fungsi instrumen keyboard menjadi dominan. Bunyi-bunyian keyboard ini memang terasa orkestral dan simfonik, sesuatu yang sering kita dengarkan pada repertoar grup seperti Genesis dan Yes. Gaya aransemen musik seperti ini lalu berlanjut ketika Jockie Soerjoprajogo menggarap album-album solo Chrisye seperti Sabda Alam, Percik Pesona, Puspa Indah Taman Hati, Pantulan Cita, Resesi, Metropolitan, dan Nona yang sering disebut orang sebagai pop kreatif. Terminologi ini jelas keliru, tapi bisa dianggap sebagai pembeda dengan jenis musik pop yang dihasilkan Rinto Harahap, Pance Pondaag, atau yang sejenis.
Tahun 1984 merupakan saat terakhir kolaborasi Jockie dan Chrisye. Tetapi Jockie yang juga cukup produktif merilis sederet album solo, masih tetap bermain di wilayah pop dengan menggarap album-album dari berbagai penyanyi, mulai dari Dian Pramana Poetra, Keenan Nasution, Vonny Sumlang, Titi DJ, Andi Meriam Mattalatta, dan masih banyak lainnya.
Tiga tahun kemudian, Jockie bergabung lagi dengan God Bless. Muncullah album Semut Hitam (Logiss Record,1987) dengan konsep musik rock yang lebih segar. Di era ini juga memperlihatkan ketertarikan Jockie kembali menjamah musik rock. Ia mulai ikut menggarap berbagai album rock sebagai komposer, player, dan music director pada album album milik Mel Shandy, Ita Purnamasari, Ikang Fawzy, hingga Nicky Astria.
Gabung dengan Djodi
Tampaknya Jockie cukup betah bergabung bersama God Bless antara lain ikut mendukung album raksasa, Story of God Bless dan Apa Kabar ?. Di saat bersamaan, Jockie membagi dirinya dalam proyek Kantata Takwa yang digagas maesenas, Setiawan Djody. Di komunitas Kantata Takwa ini, Jockie bertemu dengan dimensi musik yang berbeda. Di sini dia berbaur dengan sosok-sosok seniman mulai dari WS Rendra hingga Sawung Jabo. Ada dialektika baru dalam karya-karya Jockie seperti terlihat pada lagu Orang Orang Kalah, Kantata Takwa, Kesaksian, Paman Doblang, Air Mata, Rajawali, Nocturno, dan Balada Pengangguran. ''Lagu-lagu itu merupakan hasil kolaborasi dengan Setiawan Djody, Iwan Fals, dan Sawung Djabo, serta syair-syair yang ditulis WS Rendra,'' ungkap Jockie lagi.
Bersentuhan dengan Setiawan Djody, Iwan Fals, dan WS Rendra menghasilkan pengendapan- pengendapan baru dalam intuisi bermusik Jockie. Di luar Kantata Jockie pun ikut mendukung kelompok Swami bahkan membentuk kelompok Suket di tahun 1992 bersama sederet pemusik asal Surabaya Didit Saksana, Rere, dan Naniel. Suket memang memiliki persamaan dengan Kantata Takwa maupun Swawi terutama ketika mengangkat tema-tema yang bersinggungan dengan problematika sosial. Bahkan di tahun 2003 Jockie bereksperimen menggabungkan musik dan teater dalam format rock opera yang didukung Iwan Fals, Renny Jayusman hingga Teater Koma.
Bagaikan seorang arsitek Jockie banyak membangun konstruksi-konstruk si musik dari berbagai ragam musik. ''Saya terus mencari dan mencari,'' tegas Jockie Soerjoprajogo yang berada di balik sederet fenomena musik di negeri ini.
Komentar :
Post a Comment